Saya suka mengamati orang, termasuk mengamati para pengamen yang bernyanyi diatas bus setiap berangkat dan pulang bekerja. Untuk pengamen usia remaja umumnya membawa dua gitar dan ketipung yang terbuat dari pipa pralon. Rata rata kalau menyanyi digeber kenceng berisiknya minta ampun karena gendang atau ketipungnya di gebuk keras keras sampai kuping terasa mbenging, waduh apa ini bahasa Indonesianya. Biasanya selesai menyanyi mereka berkata : bapak bapak, ibuk ibuk, mbak mbak yang cantik, mas mas yang ganteng, daripada mencopet kami lebih baik mengamen, dan bagi penumpang yang pura pura tidur kami doakan semoga mimpi di cokot macan. Alhasil para penumpang jarang ada yang memberi. Lah wong mengamen kok mengancam….
Pengamen yang rutin muncul dari Pasuruan salah satunya adalah bapak tua berumur sekitar 70 tahun, ompong, bawa gitar bolong yang senarnya tidak lengkap, kadang lima, kadang 3, bahkan pernah tanpa senar. Karena setiap menyanyi, gitarnya hanya dipukul pukul maka berisi senar berapapun tidak ada masalah baginya. Pak tua ini mirip pak Tile almarhum, lagunya juga tetap yaitu Bola, kutch kutch…apa itu yang lagu India, dan yang terbaru buaya darat. Suaranya juga keras, terkadang saking kencangnya sampai terbatuk batuk. Biasanya para penumpang ikutan teriak teriak bernyanyi terutama penumpang belakang karena sudah hafal. Tingkah polah penumpang juga aneh aneh, ada ibu ibu yang menangis karena terharu, ada bapak bapak yang tertawa keras sampai air matanya keluar, memang bagi yang belum pernah melihat penampilannya pasti akan tertawa terbahak bahak tapi juga bisa menangis karena kasihan.
Sudah 4 bulan ini dia tidak muncul, saya dengar dia sudah tidak kuat jalan karena pernah terjatuh dari bus ketika melompat turun. Saya berpikir, terus siapa yang kasih makan pak tua ini ya…wong dia gak bisa cari duit lagi…